Perkembangan angklung di Korea terbilang pesat. Dalam sepuluh tahun, alat musik asal Sunda itu tersebar di 8.000 sekolah berbagai tingkat di negeri itu. Bahkan Korea menjadikan angklung sebagai mata pelajaran yang wajib diikuti siswanya. “Saat kunjungan ke Korea ada yang menjelaskan, 8.000 sekolah sudah mempelajari angklung,’’ ujar pemilik Saung Angklung Udjo (SAU), Taufik Hidayat Udjo, Rabu (24/6). Jika dilihat dari jumlah pemesanan angklung, ia tidak kaget dengan angka tersebut. Selama ini, Korea merupakan dua negara terbesar yang memesan setelah Malaysia.
Taufik tetap mengaku kaget ketika melihat perkembangan angklung yang sangat pesat. Ia mengatakan, orang Korea menilai angklung sebagai alat musik pendidikan yang mempunyai unsur kebersamaan. Karenanya, alat musik dari bambu ini cocok dipelajari siswa untuk meningkatkan kebersamaan.
Fakta tersebut berbanding terbalik dengan Indonesia. Sebagai negara asal, perhatian terhadap angklung tidak terlalu besar. Angklung belum tersebar banyak di Jawa Barat, apalagi Indonesia. ‘’Saya khawatir, suatu hari nanti, malah Korea yang memiliki master angklung,’’ tuturnya. Buktinya, beberapa waktu lalu pun Korea menggelar Festival Musik Angklung. Ironisnya, Indonesia tidak terlibat sama sekali bahkan mengaku tidak mengetahuinya.
Dari segi bisnis, permintaan angklung setiap tahun terus meningkat. Jumlah produksi SAU 20 ribu pieces per bulan, belum mampu memenuhi pasar. Untuk memenuhinya, SAU perlu meningkatkan kapasitas produksi hingga 30 ribu per bulan.
Taufik mengaku kesulitan masalah bahan baku. Biasanya ia memperoleh bambu dari Banten dan Majalengka, hal yang sulit ditemukan di Bandung. Bahkan, bambu yang ada di SAU lebih berfungsi sebagai hiasan.ren/bur
kalau bangsa lain aja mau membelajari budaya kita, kenapa kita engga? kita harus bisa membudidayakan dan mengembangkan kebudayaan warisan nenek moyang.
Source : Republika
credit: Park Rara@Asianfansclub
8.000 Sekolah di Korea Pelajari Angklung
Perkembangan angklung di Korea terbilang pesat. Dalam sepuluh tahun, alat musik asal Sunda itu tersebar di 8.000 sekolah berbagai tingkat di negeri itu. Bahkan Korea menjadikan angklung sebagai mata pelajaran yang wajib diikuti siswanya. “Saat kunjungan ke Korea ada yang menjelaskan, 8.000 sekolah sudah mempelajari angklung,’’ ujar pemilik Saung Angklung Udjo (SAU), Taufik Hidayat Udjo, Rabu (24/6). Jika dilihat dari jumlah pemesanan angklung, ia tidak kaget dengan angka tersebut. Selama ini, Korea merupakan dua negara terbesar yang memesan setelah Malaysia.
Taufik tetap mengaku kaget ketika melihat perkembangan angklung yang sangat pesat. Ia mengatakan, orang Korea menilai angklung sebagai alat musik pendidikan yang mempunyai unsur kebersamaan. Karenanya, alat musik dari bambu ini cocok dipelajari siswa untuk meningkatkan kebersamaan.
Fakta tersebut berbanding terbalik dengan Indonesia. Sebagai negara asal, perhatian terhadap angklung tidak terlalu besar. Angklung belum tersebar banyak di Jawa Barat, apalagi Indonesia. ‘’Saya khawatir, suatu hari nanti, malah Korea yang memiliki master angklung,’’ tuturnya. Buktinya, beberapa waktu lalu pun Korea menggelar Festival Musik Angklung. Ironisnya, Indonesia tidak terlibat sama sekali bahkan mengaku tidak mengetahuinya.
Dari segi bisnis, permintaan angklung setiap tahun terus meningkat. Jumlah produksi SAU 20 ribu pieces per bulan, belum mampu memenuhi pasar. Untuk memenuhinya, SAU perlu meningkatkan kapasitas produksi hingga 30 ribu per bulan.
Taufik mengaku kesulitan masalah bahan baku. Biasanya ia memperoleh bambu dari Banten dan Majalengka, hal yang sulit ditemukan di Bandung. Bahkan, bambu yang ada di SAU lebih berfungsi sebagai hiasan.ren/bur
kalau bangsa lain aja mau membelajari budaya kita, kenapa kita engga? kita harus bisa membudidayakan dan mengembangkan kebudayaan warisan nenek moyang.
Source : Republika
credit: Park Rara@Asianfansclub
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment