Kebudayaan Korea

Menurut penelitian, penduduk Korea berasal dari etnis Tungusik yang merupakan keturunan dari orang Mongol yang bermigrasi ke Peninsula Korea dari Asia Tengah pada zaman dahulu. Penduduk Korea adalah suatu masyarakat yang berasal dari satu etnis yang sama. Budaya Perkawinan: Kebudayaan garis keluarga di Korea adalah berdasarkan atas sistem Patrilinial (sistem adat yang mengatur kekuasaan ada di tangan suami atau ayah). Budaya perkawinan Korea sangat menghormati kesetiaan. Karena sistem pernikahan korea yang sangat mengikat, karena itu sulit bagi orang korea memutuskan untuk menikah. Pria korea memegang peranan penting dalam kesejahteraan keluarkan dan diwajibkan untuk bekerja. Tugas utama wanita adalah untuk mengasuh anak dan menjaga rumah. Tetapi wanita juga boleh bekerja jika diizinkan oleh suaminya atau jika penghasilan suaminya tidak cukup untuk kebutuhan keluarga. Di Korea, para janda, walaupun jika suami mereka mati muda, tidak dizinkan menikah lagi dan harus mengabdikan hidupnya untuk melayani orang tua dari suaminya. Begitu juga sebaliknya dengan para duda. Budaya dalam Hal Keturunan : Di Korea, setiap keluarga disarankan untuk memiliki paling tidak seorang keturunan. Dalam budaya Korea , keturunan atau anak dianggap sebagai sebuah anugerah yang amat besar dari Tuhan, oleh karena itu adopsi dilarang keras. Di Korea, melakukan aborsi dengan sengaja akan diberi sanksi secara adat yaitu hukuman mati kepada sang Ibu dan orang lain yang mungkin terlibat di dalamnya. Tetapi pada jaman sekarang, hukuman mati biasanya hanya dilaksanakan di daerah pedalaman Korea di mana adat masih berpengaruh secara kuat. Harta warisan di Korea di bagi secara adil tanpa membedakan jenis kelamin, tetapi kebanyakan orangtua menyisihkan lebih banyak hartanya kepada anak laki-laki. Budaya Makanan: Di korea, kimchi adalah makanan yang wajib ada dalam setiap session makan. Semakin banyak wanita yang turut membantu dalam pembuatan kimchi di suatu perayaani, semakin “bermakna” pula kimchi tersebut. Kimchi pada awalnya dibuat oleh permaisuri dari Raja Sejong sebagai hidangan untuk perayaan Sesi. Ada sebuah tradisi / kebiasaan yang cukup terkenal di Korea, tradisi ini dinamakan “sesi custom”. Sesi adalah sebuah tradisi untuk mengakselerasikan ritme dari sebuah lingkaran kehidupan tahunan sehingga seseorang dapat lebih maju di lingkaran kehidupan tahun berikutnya. Tradisi sesi dilaksanakan sekali setiap tahun. Tradisi sesi dilaksanakan berdasarkan kalender bulan (Lunar Calender). Orang korea menggunakan calender bulan karena lebih mudah mmbedakan adanya perubahan musim/waktu melalui fase bulan yang dilihat. Dalam tradisi sesi, ada lima dewa yang disembah, yaitu irwolseongsin (dewa matahari bulan dan bintang), sancheonsin (dewa gunung dan sungai), yongwangsin (raja naga), seonangsin (dewa kekuasaan), dan gasin (dewa rumah). Pada hari di mana sesi dilaksanakan, akan diadakan sebuah acara makan malam antar sesama keluarga yang pertalian darahnya dekat (orang tua dengan anaknya). Saat perayaan sesi, acara makan wajib diawali dengan kimchi dan lalu dilanjutkan dengan "complete food session". Ada beberapa mitos yang dipercaya orang korea dapat merubah keberuntungan yaitu,nut cracking,treading on the bridge, hanging a lucky rice scoop. “nut cracking” yaitu memecahkan kulit kacang-kacangan yang keras pada malam purnama pertama tahun baru. “treading on the bridge” yaitu berjalan dengan sangat santai melewati jembatan di bawah bulan purnama pada malam purnama pertama tahun baru yang katanya dapat membuat kaki kita kuat sepanjang tahun. "hanging a lucky rice scoop” yaitu menggantungkan skop (sendok) pengambil nasi di sebuah jendela yang katanya akan memberi beras yang melimpah sepanjang tahun. Kesenian musik dan tarian tradisional Korea diperuntukkan khusus sebagai suatu bagian dalam penyembahan “ lima dewa”. Ada beberapa alat musik tradisional yang digunakan, misalnya hyeonhakgeum dan gayageum. Hyeonhakgeum adalah sejenis alat musik berwarna hitam yang bentuknya seperti pipa dengan tujuh buah senar. gayageum adalah alat musik mirip hyeonhakgum tetapi bentuk, struktur, corak, dan cara memainkannya berbeda dan memiliki dua belas buah senar. Tarian tradisional yang cukup terkenal di Korea antara lain cheoyongmu (tarian topeng), hakchum (tarian perang), dan chunaengjeon (tarian musim semi). Tarian chunaengjeon ditarikan sebagai tanda terima kasih kepada dewa irwolseongsin dan dewa sancheonsin atas panen yang berhasil. crdt:karenakorea@twitter

0 komentar: